Bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit maag, puasa di bulan Ramadhan bisa menjadi tantangan tersendiri. Walau begitu, ada sejumlah hal yang bisa diterapkan bagi penderita penyakit maag agar dapat menunaikan ibadah puasa Ramadhan dengan aman dan nyaman.
Pasien dengan sakit maag yang menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadhan disarankan agar lebih cermat dalam mengatur pola makan demi mendapatkan manfaat dari puasa mereka, menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Bonita Effendi, Sp.PD, B.Medsci, M.Epid
Dia menyarankan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pasien, salah satunya adalah dengan cara berbuka puasa dengan porsi kecil terlebih dahulu.
“Ketika berbuka puasa sebaiknya tidak langsung makan dalam porsi besar, lakukan dengan bertahap, makan dengan porsi sedikit terlebih dahulu kemudian dengan frekuensi agak sering sampai jam sahur. Misalnya, berbuka dengan buah kurma,” kata Bonita beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
Hal lain yang juga sebaiknya diperhatikan adalah memberi jeda antara waktu makan dan waktu tidur yaitu minimal 2 jam lamanya untuk mencegah risiko naiknya asam lambung yang dapat menyebabkan refluks gastroesofageal, yakni gangguang pencernaan kronis apabila asam yang berasal dari perut mengalir kembali ke esofagus atau kerongkongan.
Pasien tidak disarankan untuk melewatkan waktu sahur. Lalu, ketika sahur, sebaiknya mengonsumsi karbohidrat kompleks agar proses pencernaaan tubuh berjalan lebih lambat, sehingga pasien tidak mudah lapar.
Pasien perlu menghindari makanan yang meningkatkan asam lambung seperti cokelat, kopi, hindari makanan yang berlemak atau gorengan, serta makanan berasa asam ataupun pedas.
Tetaplah menjaga hidrasi tubuh dengan minum air putih minimal 8 gelas per hari saat sahur dan berbuka serta minum obat lambung sesuai anjuran dari dokter pada saat sahur dan berbuka.
Kontrol anger management juga sebaiknya dilakukan untuk mencegah maag yang dapat muncul terkait gangguan psikis (kecemasan).
Pentingnya Konsultasi dengan Dokter
Hal lain yang tak kalah penting menurut Bonita yakni berkonsultasi dengan dokter karena setiap pasien memiliki kondisi penyakit yang berbeda-beda.
“Kondisi pasien akan dilihat untuk menilai kemampuan tubuh untuk memastikan mungkin atau tidaknya pasien menunaikan kewajiban ibadah puasa,” kata dia.
Puasa Ramadhan dapat dikatakan sebagai prolonged intermittent fasting, yaitu dengan makan dua kali dalam sehari dengan jarak antara makan yang pertama dan yang kedua sekitar 14 jam. Melalui berpuasa diharapkan asupan makan Anda akan menurunkan asupan kalori serta lemak.
Nah, seiring berkurangnya asupan lemak, maka otomatis akan menurunkan asupan kolesterol yang masuk ke tubuh. Nantinya, diharapkan parameter pemeriksaan penunjang akan mengalami perbaikan seperti kolesterol total, trigliserida, LDL, asam urat, bahkan kadar glukosa dalam darah.
“Asalkan dilakukan dengan pemilihan makanan dan minuman yang tepat dan tidak menerapkan kebiasaan ‘makan balas dendam’ dalam porsi besar saat berbuka puasa dan sahur,” tandas Bonita.