Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta diprediksi akan tenggelam di tahun 2030 mendatang.
Isu tersebut ramai diperbincangkan ketika Presiden Amerika Serikat, Joe Biden membacakan pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional pada (27/7/2021) terkait dengan pemanasan global yang berdampak pada mencairnya es di daerah kutub sehingga permukaan air laut menjadi semakin naik.
Istilah tenggelam tersebut sesungguhnya tidak menggambarkan pada posisi Jakarta yang akan menghilang, melainkan Jakarta yang terendam air laut.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Organisasi Riset Kebumian dan Maritim (ORKM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan.
Eddy juga mengatakan bahwa bukan hanya Jakarta yang akan terendam, namun wilayah lain seperti Pantai Utara Jawa (Pantura) juga bisa terancam dan tenggelam pada 2030.
“Tenggelam hanya satu, localized, itu enggak mungkin. Dan definisi tenggelam pun harus hati-hati sebenarnya, bukan tenggelam betul-betul jadi hilang, tetapi terendam, cuma terendamnya itu semakin luas dan semakin luas,” ungkap Eddy saat dihubungi pada hari Selasa (29/11/2022).
Selain wilayah Jakarta, lanjut dia, daerah Pekalongan dan Semarang, Jawa Tengah, menjadi dua wilayah yang juga paling terancam bisa terendam. Yang artinya, Jakarta menempati posisi ketiga sebagai kota yang berisiko akan tenggelam.
Penyebab Tenggelamnya Jakarta
Menurut Eddy, ada dua faktor utama yang dapat menyebabkan Jakarta berpotensi tenggelam yakni adanya kenaikan tinggi permukaan laut (sea level rise) dan penggunaan air tanah secara berlebihan hingga dapat menyebabkan penurunan tanah (land subsidence).
“(Penyebab) yang dominan tentu bukannya yang sea level rise, tetapi yang land subsidence itu lebih besar,” ujar Eddy.
Berdasarkan pemetaan yang sudah dilakukan oleh BRIN, diketahui bahwa wilayah bagian utara dari Jakarta Utara paling terancam bisa tenggelam.
“Pasti kawasannya bagian utara Jakarta Utara lah (yang paling terancam), karena yang pertama kali (terkena) rob itu, kenaikan tinggi laut bukan karena hujan tetapi karena faktor lain,” jelas Eddy.
Lebih lanjut, Eddy menjelaskan, jika skenario tentang Jakarta tenggelam sesungguhnya sudah dilakukan peneliti yang telah dimulai sejak tahun 2005.
Skenario tersebut melihat bagaimana dua penyebab utama akibat tenggelamnya Jakarta akan berpengaruh pada wilayah Ibu Kota Jakarta melalui data satelit.
Pada penelitian tersebut mereka mengombinasikan berbagai faktor yang dapat berpengaruh yakni adanya kenaikan tinggi muka air serta penurunan muka tanah.
“Misalnya kenaikan tingginya hanya sekian sentimeter, tapi land subsidence enggak ada, atau sebaliknya atau dua-duanya terjadi bersamaan,” beber Eddy.
Masih menurut Eddy, para peneliti memfokuskan penelitiaannya di berbagai wilayah kota Jakarta. Namun secara pasti, daerah utara Jakarta akan jadi wilayah yang langsung berdampak dari rendaman air laut tersebut.
“Jakarta itu sekarang ingin dibuat tanggul raksasa agar tidak jebol, di satu sisi sih iya. Tapi di sisi lain land subsidence-nya itu karena airnya tidak bisa kembali ke laut, akibatnya makin tenggelam makin tenggelam,” tutup Eddy.