Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Teuku Faizasyah mengonfirmasi bahwa tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang ikut menjadi korban dalam kecelakaan pesawat di Nepal yang menewaskan hingga 68 orang.
“Info KBRI Dhaka, tidak ada korban WNI,” terang Faizasyah, pada Senin (16/1/2023).
Sementara itu, Perdana Menteri Nepal Pushpa Kamar Dahal mengatakan hari Senin kemarin sebagai hari berkabung nasional. Dia menyatakan, Pemerintah segera akan membentuk panel yang bertugas untuk menyelidiki penyebab tejadinya kecelakaan pesawat milik maskapai Yeti Airlines itu. Demikian seperti yang dilansir oleh BBC.
Pesawat Yeti Airlines dengan rute Kathmandu ke Pokhara yang jatuh pada hari Minggu (15/1/2023), pesawat naas tersebut mengangkut 72 orang termasuk empat diantaranya merupakan awak kabin. Adapun 15 orang penumpangnya tercatat sebagai warga negara asing (WNA), yaitu lima orang India, empat orang Rusia, dua orang warga Korea Selatan, dan masing-masing satu warga dari Irlandia, Australia, Argentina, dan Prancis.
Sejauh ini, korban tewas yang telah dilaporkan mencapai 68 orang, sementara empat lainnya masih dalam proses pencarian. Operasi pencarian dan penyelamatan korban pesawat jatuh itu melibatkan ratusan tentara Nepal dan telah dihentikan sementara pada Minggu malam kemudian dilanjutkan pada hari Senin keesokan harinya.
Rekaman dari sebuah kamera ponsel menunjukkan pesawat meluncur dengan tajam saat mendekati bandara. Khum Bahadur Chhetri, seorang warga setempat, mengatakan kepada Reuters bahwa saat itu dia sempat mengamati pesawat dari atap rumahnya sesaat sebelum pesawat itu menghantam Bumi.
“Saya melihat pesawat bergetar, bergerak ke kiri dan ke kanan, lalu tiba-tiba menukik dan jatuh ke jurang,” keterangan seorang penduduk..
Kecelakaan Udara Terburuk
Insiden pada hari Minggu tersebut tercatat sebagai kecelakaan udara terburuk di Nepal selama sekitar tiga dekade terakhir. Belum jelas apa sebenarnya yang menjadi menyebabkan kecelakaan tersebut, tetapi Nepal sendiri memiliki sejarah kecelakaan dalam dunia penerbangan yang fatal, seringkali kecelakaan terjadi karena landasan pacu yang jauh dan perubahan cuaca yang tiba-tiba yang dapat menyebabkan kondisi yang berbahaya bagi sebuah pesawat.
Kurangnya investasi untuk pesawat baru dan regulasi yang buruk disebut-sebut menjadi penyebab kecelakaan yang terjadi di masa lalu. Selain itu, Nepal merupakan rumah bagi sejumlah gunung-gunung tertinggi di dunia, sehingga membuat negara tersebut memiliki medan yang paling sulit untuk dinavigasi.
Uni Eropa Larang Maskapai Nepal di Wilayahnya
Uni Eropa telah mengeluarkan larangan bagi maskapai penerbangan Nepal di wilayah udaranya karena kekhawatiran terhadap standar pelatihan dan pemeliharaan.
Pada Mei tahun 2022, sebuah pesawat Tara Air jatuh di Nepal utara, yang menewaskan 22 orang. Empat tahun sebelumnya, 51 orang dinyatakan tewas ketika sebuah penerbangan yang berangkat dari Bangladesh terbakar saat mendarat di Kathmandu.
Chiranjibi Paudel, yang saudaranya ikut dalam penerbangan naas tersebut, mengatakan tindakan harus diambil demi meningkatkan keselamatan penerbangan di Nepal.
“Maskapai harus dihukum dan badan pengawas pemerintah juga harus bertanggung jawab,” ujar Chiranjibi Paudel.
Seorang pelancong yang ditemui di bandara mengatakan kepada BBC bahwa mereka masih merasa aman untuk terbang. Melakukan perjalanan singkat dengan menggunakan pesawat adalah cara yang populer bagi masyarakat kelas menengah di Nepal untuk bepergian ke seluruh negeri.
“Saya tidak takut terbang,” ungkap Ria.
“Tetapi perlu ada regulasi yang lebih baik dan pesawat yang lebih baru,” tutupnya.