Saat Bulan Ramadhan, umat muslim menjalankan ibadah puasa mulai dari Matahari terbit hingga Matahari terbenam. Tapi bagaimana dengan umat muslim yang tinggal di negara-negara yang mengalami midnight sun, di mana Matahari bersinar tanpa henti bahkan sampai 24 jam.
Untuk diketahui, setiap tempat di muka Bumi memiliki rentang waktu siang dan malam yang berbeda-beda. Karena itulah umat Muslim di dunia menjalani puasa dengan jangka waktu berbeda-beda juga. Umat Muslim tinggal di negara yang mengalami midnight sun seperti Norwegia, menghadapi tantangan tersendiri terkait masalah ini.
Midnight sun atau Matahari tengah malam adalah fenomena alam yang terjadi ketia Matahari masih terlihat, padahal waktu di tempat tersebut sudah saatnya malam hari. peristiwa ini terjadi apabila cuaca sedang cerah pada bulan-bulan musim panas di bagian utara Lingkar Artik dan pada bulan-bulan musim dingin di bagian selatan Lingkar Antartika.
“Di Norwegia ada garis namanya Arctic Line, di mana di atas Arctic Line ada hari di mana Matahari akan terus terlihat. Wilayahku di bawah (Arctic Line) jadi aku nggak ngalamin. Tapi tetap saja saat puncak summer, aku merasakan di luar itu selalu terang. Seperti sore walaupun sudah jam 12 malam bahkan jam 1 pagi,” cerita Genesia Wahyu Saputro, WNI yang sedang berkuliah di Norwegian University of Science and Technology, saat live streaming Eureka! ‘Puasa di ujung Bumi Utara & Selatan’.
Untuk menjalankan ibadah puasa di Norwegia, Genesia pun mengikuti sejumlah acuan cara berpuasa dalam kondisi yang tidak biasa tersebut. Karena tidak mungkin kaum Muslim berpuasa terus menerus selama 24 jam tanpa buka puasa.
“Matahari nggak terbenam terus kapan buka puasanya?
Ada beberapa mazhab atau acuan yang digunakan untuk memudahkan. Di sini ada tiga: jam lokal yang sesuai jam Matahari meskipun adakn disesuaikan jika ada kasus (midnight sun) seperti tadi, jam fishing time digunakan di daerah-daerah 45 derajat lintang utara ke atas, ada juga yang namanya waktu lokal Makkah di mana kita narik garis lurus dari Mekkah ke daerah lalu jamnya disesuaikan,” urainya.
Midnight sun berdampak pada durasi siang menjadi lebih panjang, bahkan Matahari bisa bersinar selama 24 jam. Bagi WNI yang terbiasa mencapat cukup cahaya Matahari dan waktu malam masing-masing 12 jam, hal itu akan berdampak pada tubuh dan juga psikologis.
“Matahari itu memang sangat penting efeknya ke badan. Ketika Matahari bersinar terus menerus, kalau tidur kadang suka ada cahaya dari luar jendela membuat tubuh kita merasa ‘oh udah siang’ atau ‘oh belum malam’. Kita pakai gorden sangat tebal agar Matahari tidak tembus, meski kadang masih terlihat (cahaya). Jadi badan merasa kaya belum tidur, agak sulit mengatur jam biologis dalam tubuh kita,” kata Genesia.
Kejadian sebaliknya akan terjadi saat musim dingin. Jika musim panas durasi langit terang sangatlah panjang, namun ketika musim dingin durasi langit gelapnya justru yang terjadi sangat lama.
“Saat winter ada beberapa kasus orang-orang merasa mulai nggak enak badan karena kekurangan vitamin D. Karena Matahari saat winter terbit jam 9 pagi dan sudah terbenam jam 3 sore. Orang-orang misalnya bekerja atau kuliah berangkat jam 7 pagi pulang jam 4 sore jadi nggk kena Matahari. Itu pengaruh ke kondisi tubuh dan mental,” tutupnya.