Singapura disebut-sebut sedang mengalami ‘resesi seks’ yang disebabkan karena rendahnya angka perkawinan yang berakibat pada penurunan tingkat kelahiran di negara tersebut. Pemerintah setempat telah berusaha mendorong setiap pasangan agar segera memiliki anak dengan memberikan insentif uang, namun usaha tersebut tampaknya masih belum membuahkan hasil.
Dikutip dari South China Morning Post, angka kelahiran bayi pada setiap wanita di Singapura ada di angka 1,12 pada tahun 2021 lalu. Sebagai perbandingan angka kelahiran global rata-rata berada dikisaran 2,3.
Menanggapi hal tersebut, Singapura berencana memberikan izin bagi para wanita lajang untuk membekukan sel telur mereka mulai tahun depan. Sebelumnya metode pembekuan sel telur (egg freezing) ini hanya diperbolehkan bagi wanita dengan kondisi medis tertentu, salah satu misalnya wanita yang sedang menjalani kemoterapi.
“Kami menyadari bahwa beberapa wanita ingin tetap mempertahankan kesuburannya karena keadaan pribadi mereka. Misal karena tidak dapat menemukan pasangan saat mereka masih muda, tetapi ingin memiliki kesempatan untuk hamil jika menikah nanti,” terang administrasi Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pernyataan.
Langkah Singapura ini disebut masih lebih lambat dibandingkan negara tetangganya, seperti Malaysia, Indonesia, dan Thailand yang telah memberikan izin prosedur pembekuan sel telur untuk para wanita lajang. Namun demikian lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesejahteraan wanita tetap mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah Singapura tersebut.
“Mengizinkan pembekuan sel telur akan menjaga peluang orang-orang untuk menjadi orang tua lebih lama. Ini adalah langkah positif, dan tepat waktu, mengingat tingkat kesuburan Singapura yang rendah,” ungkap Shailey Hingorani dari Association of Women for Action and Research (Aware).