Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (2/6/2022). Gugatan tersebut dilayangkan dengan alasan harga minyak goreng yang menjadi salah satu barang komoditas di masyarakat itu tak kunjung turun-turun.
Gugatan dilayangkan oleh organisasi masyarakat sipil yang beranggotakan Sawit Watch, Perkumpulan HuMa, WALHI Nasional, ELSAM, Greenpeace Indonesia, dan PILNET. Sebelumnya, mereka`juga telah melayangkan somasi terkait hal yang sama, namun tak berbalas.
Berikut ini adalah sejumlah fakta yang dihimpun terkait gugatan ini:
Kelanjutan dari somasi yang tak terjawab
Gugatan ke PTUN tersebut merupakan kelanjutan dari keberatan administratif alias somasi yang juga dilayangkan oleh organisasi-organiasi sipil itu pada 22 April lalu terhadap Jokowi dan juga Lutfi, juga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto serta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.
Deputi Direktur ELSAM Andi Muttaqien menyebut, somasi itu tidak direspons. Dan koalisi sipil ini pun menganggap pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan persoalan terkait harga minyak goreng yang masih mahal.
Andi menjelaskan mengenai alasan hanya Jokowi dan Lutfi yang digugat ke PTUN terkait masalah ini, sementara Airlangga dan Agus tidak.
“Gugatan kami lebih banyak pada isu (harga) minyak goreng, maka aktor utamanya menteri perdagangan,” tegasnya.
“Kami kaji lagi kaitannya dengan tindakan yang dilakukan, kewenangan yang dimiliki, maka kami coba untuk fokus pada kedua pihak ini. Tanggung jawab sebagai pemerintah ada pada presiden,” sambungnya.
Sementara itu, terhadap Airlangga dan agus dinilai relevan apabila gugatan yang dilayangkan berkaitan dengan industri sawit secara keseluruhan, dari hulu ke hilir, yang juga ambil peranan dalam langka dan mahalnya minyak goreng.
“Kenapa gugatan ini masuk di PTUN? Jadi, sejak 2019 itu, gugatan terkait perbuatan melanggar hukum (PMH) yang dilakukan pemerintah atau penguasa, itu memang harus dimasukkan ke pengadilan administratif atau PTUN,” kilah Andi.
Isi gugatan
Dalam petitumnya, para penggugat meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa Jokowi dan Lutfi telah gagal menjamin adanya pasokan dan menjaga kestabilan harga minyak goreng untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
Para penggugat juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa kegagalan tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum oleh yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, yang berakibat pada langka dan mahalnya harga minyak goreng.
“Jadi ada beberapa argumentasi yang kami uraikan, pertama adalah pelanggaran di UU Perdagangan, lalu pelanggaran di asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan seterusnya,” ujar Andi.
“Sehingga dalam petitum itu kami minta bahwa kejadian ini mereka harus bertanggungjawab dan perbuatan-perbuatan tersebut atau kegagalannya ini harus dinyatakan pengadilan sebagai perbuatan melanggar hukum,” tegasnya.
Para penggugat juga meminta majelis hakim mewajibkan Jokowi dan Lutfi menjamin pasokan dan stabilisasi harga minyak goreng untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen bagi seluruh warga Indonesia dan menjamin tidak ada dualisme harga minyak goreng.
Presiden didesak serius benahi industri sawit
Kegagalan Presiden Jokowi dan Mendag Lutfi dalam mencegah tingginya harga dan langkanya minyak goreng dianggap para penggugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Khususnya asas kecermatan, asas kepentingan umum dan asas keadilan.
Direktur Sawit Watch Achmad Surambo menekankan, gugatan ini adalah momentum bagi pemenuhan hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Negara seharusnya hadir dalam menjamin ketersediaan bahan pokok kepada masyarakat yang bertindak sebagai konsumen.
“Di konstitusi kita ada hak nama atas kehidupan yang layak. Presiden dalam hal ini harus mematuhi konstitusi untuk itu. Saya merasa, di sini lah Presiden harus melihat proses ini secara integral,” ujar Surambo.
“Jadi bukan hanya soal minyak goreng. Kami meminta juga dari hulu sampai hilir. Proses-proses yang ada di hulu harus dikoreksi juga,” katanya.
Salah satu masalah utama yang perlu segera dibenahi pemerintah adalah konglomerasi industri sawit yang menyebabkan adanya penguasaan lahan besar-besaran pada satu kelompok di hulunya.
Ia menuturkan, untuk membuktikan keseriusan itu, Jokowi dirasa perlu mengawali proses audit dengan menerapkan transparansi atau pemberian hak guna usaha (HGU) sawit.
“Pemerintah harus membuka daftar-daftar HGU yang mana Mahkamah Agung telah memutuskan secara inkrah bahwa itu (HGU) wilayah domain publik,” tutup Surambo.