Nilai tukar mata uang kripto yang akhir-akhir ini merosot tajam, termasuk bitcoin, mengancam pengembangan program nuklir di korea utara (Korut).
Negara korut belakangan ini dituding telah menimbun mata uang kripto hasil curian para hackernya. Termasuk aksi pencurian mata uang kripto terbesar sepanjang sejarah yang terjadi pada bulan Maret 2022 lalu, yang menurut US Treasury melibatkan mata uang kripto yang nilainya mencapai USD 615 juta.
Mata uang kripto ini menurut para peneliti menjadi sumber pendanaan utama dari berbagai program-program besar di Kurot, termasuk program persenjataan nuklir milik negara Asia Timur itu, seperti yang dikutip dari Reuters, Kamis (30/6/2022).
Namun akibat penurunan nilai mata uang kripto yang terjadi sejak Mei lalu membuat kondisi ekonomi Korut menjadi ikut amburadul. Menurut sumber dari pemerintahan Korea Selatan, kondisi itu ikut berdampak pada program persenjataan Korut.
Terutama karena Korut rajin menguji penembakan misilnya, yang menurut Korea Institute for Defense Analyses di Seoul, nilainya menyentuh angka USD 620 juta.
Korut sendiri menurut Chainalysis masih menyimpan mata uang kripto yang diperolehnya dari 49 peretasan yang terjadi dari 2017 hingga 2021, dan nilainya pun sudah menurun dari USD 170 juta menjadi USD 65 juta saja.
Bahkan salah satu mata uang kripto Korut yang didapat dari aksi pencurian pada 2021 yang bernilai puluhan juta dolar nilainya sudah berkurang hingga 80%, menjadi kurang dari USD 10 juta.
Tudingan ini langsung ditepis oleh pihak Korut. Seorang sumber dari kedutaan Korut di London menyebut tidak bisa berkomentar terhadap kondisi keuangan yang sedang dialami Korut yang amburadul akibat amblesnya nilai mata uang kripto karena kabar itu merupakan berita bohong belaka.
“Kami tidak melakukan apa pun,” kata orang yang menjawab telepon di kedutaan Kurot dan mengaku sebagai seorang diplomat.
Kementrian Luar Negeri Korut pun menyatakan tudingan tersebut merupakan propaganda dari Amerika Serikat.
Eric Penton-Voak, koordinator untuk panel ahli yang memantau sanksi Korut, menyebut serangan siber menjadi andalan Korut untuk menghindari berbagai sanksi yang berasal dari negara lain dan mengumpulkan uang untuk mendanai program nuklir dan misi mereka.
Pada 2019 lalu Korut diperkirakan berhasil mengumpulkan USD 2 miliar dari serangan siber untuk proyek pengembangan senjata pemusnah massal. Korut juga perkirakan menghabiskan hingga USD 640 juta pertahun untuk pengembangan senjata nuklir.