Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamrussamad meminta kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk memperkuat sinergi guna mengantisipasi dampak terburuk yang kemungkinan bisa muncul dari adanya resesi global.
Kondisi tersebut diakibatkan resesi yang kini dihadapi oleh Amerika Serikat (AS) dan China, serta akibat adanya perang yang berkepanjangan antara Ukraina-Rusia. Kondisi ini disebut-sebut akan berdampak terhadap perekonomian global.
“Menghadapi situasi yang semakin tidak pasti ini, KSSK harus perkuat sinergi dan ada roadmap yang jelas untuk antisipasi dampak-dampak terburuk,” jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/8/2022).
Politisi Partai Gerindra tersebut menjelaskan, pendapatan domestik bruto (PDB) AS pada kuartal II-2022 negatif 0,9 persen setelah pada kuartal I-2022 negatif 1,6 persen. Kamrussamad mengatakan, kondisi tersebut membuat negara Paman Sam tersebut dipastikan mengalami resesi.
“Resesi di AS akan berdampak setidaknya pada dua hal bagi Indonesia. Pertama, tekanan ekspor karena AS akan berhemat dan mengurangi impor,” ujar Kamrussamad.
Kedua, resesi akan direspons oleh The Fed dengan kembali menaikkan suku bunga. Jika hal ini terjadi, maka potensi terjadinya capital outflow akan semakin tinggi.
Selain resesi yang terjadi di AS, ancaman krisis lain dapat berpengaruh adalah pertumbuhan ekonomi China yang diketahui negatif. Hal ini lebih diperparah lagi dengan adanya konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina yang saat ini belum juga reda.
Kamrussamad menilai, beberapa hal tersebut di atas dapat berdampak pada performa ekspor Indonesia.
“Ini krusial, terutama bagi kinerja ekspor kita. AS, China, dan Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor akan turun dan harga komoditas turun,” ungkapnya.
Menurut Kamrussamad, kondisi ini semakin diperparah dengan kenaikan suku bunga The Fed. Kenaikan suku bunga tersebut akan direspons oleh para investor beramai-ramai menarik dananya dalam jumlah yang besar.
“Ini terjadi sejak Mei 2022 lalu. Investasi sebanyak Rp 32,12 triliun pada Mei, lalu turun menjadi Rp 15,51 triliun pada Juni 2022, dan kembali naik menjadi Rp 29,15 triliun pada Juli 2022,” bebernya.
Meskipun Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai kondisi tersebut tidak dapat membuat rupiah melemah secara signifikan, namun dia menilai ancaman krisis yang datang dari tiga penjuru dapat membuat dampak yang lebih besar dari sebelumnya.