Pengamat Ekonomi dari Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat menilai pemerintah sudah semestinya merasionalisasi harga BBM yang bersubsidi. Ada kondisi yang menuntut akan adanya perubahan kebijakan, seperti permasalahan geopolitik.
Rosdiana Sijabat menyatakan, bagi Indonesia, penyesuaian harga BBM bersubsidi harus dilakukan oleh pemerintah, karena jika tidak anggaran subsidi untuk energi bisa mencapai Rp700an triliun per akhir tahun ini.
“Dan ini menjadi sangat boros,” ujar Rosdiana di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Rosdiana mengungkapkan, saat ini dua jenis BBM yaitu jenis Pertalite dan Pertamax masuk ke dalam kategori BBM khusus penugasan atau JBKP. Dari setiap liter Pertalite dan Pertamax mendapat subsidi dari Pemerintah. Pertamax misalnya, mendapat subsidi sebesar 53% dari hasil jual saat ini.
“Kalau itu (subsidi) terjadi terus menerus, di tengah naiknya harga minyak dunia, maka APBN akan semakin tertekan. Oleh karena itu, memang ada urgensi untuk mengurangi subsidi,” sambung Rosdiana.
Menurut dia, masyarakat kita perlu memahami jika sebenarnya harga BBM di Indonesia termasuk murah, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asean.
“Kita termasuk kelompok 3 negara yang harga BBM-nya murah. Kalau kita bandingkan dengan Amerika Serikat dan negara maju sekalipun, itu harga jual BBM-nya rata-rata Rp17.500. Negara yang paling mahal harga BBM Hongkong misalnya, mereka menjual Rp49 ribu per liter,” ungkap Rosdiana.
Dalam rapat bersama dengan Badan Anggaran DPR, kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merinci kenaikan subsidi dan kompensasi untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi Rp 502,4 triliun. Sri menyebut jika angka itu merupakan lonjakan dari tahun-tahun sebelumnya.
“Hitung-hitungan ini menggambarkan bagaimana perubahan kenaikan subsidi dari tahun 2018 hingga 2022 yang melonjak. Kompensasi meledak, kalau subsidi melonjak karena bicara Rp 130-140 triliun menjadi Rp208 triliun atau naik Rp79,9 triliun, (kompensasi) dari 2021 Rp47 triliun, ini hanya Rp18 triliun, ini meledak menjadi Rp293,5 triliun,” jelas Sri.
Masih menurut dia, kouta BBM yang tersedia saat ini juga akan habis pada bulan Oktober 2022. Bukan hanya kouta yang akan meningkat, subsidi BBM juga disebut berpotensi akan naik di atas Rp698 triliun.
Belum Kunjung Diumumkan
Kepastian kenaikan harga BBM subsidi hingga saat ini masih belum diputuskan pemerintah. Sementara itu, harga-harga yang lain sudah mulai menyesuaikan harga lebih dulu.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan saat ini pemerintah memang sedang dalam kondisi serba sulit. Namun, ia meminta, jika rencana kenaikkan BBM ini belum bersifat final, sebaiknya tak perlu disampaikan ke publik dulu.
“Harusnya jangan dulu disampaikan ke publik kalau belum jelas (kepastian harga BBM subsidi),” pinta dia dalam diskusi bertajuk ‘Kenaikan Harga BBM versus Stabilitas Makro Ekonomi’, Kamis (1/9/2022).
Masih menurutnya, kebingungan pemerintah tercermin dari adanya dua pilihan. Pertama, mengenai upaya menjaga daya beli masyarakat ditengah tantangan termasuk rencana kenaikan BBM Subsidi. Kedua, beban subsidi yang semakin meningkat terhadap APBN akibat dari adanya kenaikan harga minyak dunia.
“Tekanan ini sebetulnya sejak dari semester I, ada gangguan dari sisi penawarannya. Rusia produksi (minyak mentah) 15 juta barel per day, jadi cukup besar dan hanya mengkonsumsi 2,5-3 juta barel per hari,” tambahnya.
Sementara, suplai minyak yang berasal dari Rusia diblokir oleh negara barat yang berimbas pada tertahannya rantai pasok global. Setidaknya, ada 12 juta barel per hari yang tidak bisa keluar dari Rusia, dan menyebabkan harga minyak dunia ikut naik dan pada akhirnya mengganggu stabilitas global.
“Pemerintah berada dalam posisi sulit sebetulnya pengen naik, tapi dari aspek beli nanti malah memukul daya beli. Kalau BBM naik biasanya merembetnya ke lain-lain,” pungkasnya.