Para ilmuwan menduga, hujan berlian bisa terjadi di planet-planet mana pun di semesta ini. Kesimpulan ini mereka dapatkan setelah melakukan eksperimen yang menggunakan bahan plastik yang bisa untuk mencipta ulang presipitasi aneh yang diyakini terbentuk jauh di dalam Uranus dan Neptunus.
Para ilmuwan sebelumnya memiliki sebuah teori bahwa tekanan dan suhu yang sangat tinggi dapat mengubah hidrogen dan karbon menjadi berlian padat ribuan kilometer di bawah permukaan raksasa es.
Kini, penelitian yang paling baru yang diterbitkan di Science Advances, mengungkapkan bahwa dengan memasukkan oksigen ke dalam campuran zat-zat kimia tertentu, hasilnya adalah kejadian hujan berlian bisa terjadi lebih umum daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Raksasa es seperti Neptunus dan Uranus dianggap sebagai bentuk paling umum dari planet di luar Tata Surya kita, yang itu berarti hujan berlian dapat terjadi diseluruh semesta ini.
Dominik Kraus, fisikawan di laboratorium penelitian HZDR Jerman dan salah satu penulis studi tersebut, mengatakan bahwa presipitasi berlian sangat berbeda dengan hujan yang biasa terjadi di Bumi.
Di bawah permukaan planet, diyakini terdapat cairan panas dan padat di mana berlian terbentuk dan perlahan-lahan tenggelam ke inti berbatu yang berpotensi seukuran Bumi lebih dari 10 ribu kilometer di bawahnya.
“Di sana berlian yang jatuh dapat berbentuk lapisan besar yang membentang ratusan kilometer atau bahkan lebih,” ungkap Kraus dikutip dari AFP, Rabu (7/9/2022).
Namun, jangan bayangkan kalau berlian ini akan mengkilap dan berbentuk indah seperti yang biasa dipakai di cincin. Berlian yang ‘diciptakan’ melalui eksperimen para ilmuwan ini terbentuk melalui proses dan kekuatan yang sama seperti yang terbentuk di Bumi.
Untuk meniru proses tersebut, tim peneliti menemukan beberapa campuran yang diperlukan yaitu dari karbon, hidrogen, dan oksigen dalam sumber yang tersedia, yaitu plastik PET yang biasa digunakan untuk kemasan botol dan pembungkus makanan sehari-hari.
Tim kemudian mengubah laser optik bertenaga tinggi pada plastik di SLAC National Accelerator Laboratory di California.
“Kilatan sinar-X yang singkat dengan kecerahan luar biasa memungkinkan mereka menyaksikan proses berlian nano, yaitu berlian super kecil yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang saat terbentuk,” tutur Kraus.
“Oksigen yang ada dalam jumlah besar di planet-planet itu benar-benar membantu menyedot atom hidrogen dari karbon, jadi sebenarnya berlian itu lebih mudah terbentuk,” sambungnya.
Eksperimen ini juga dapat menunjukkan cara baru untuk menghasilkan berlian nano, yang mana memiliki jangkauan pengaplikasian yang luas dan terus meningkat termasuk untuk pengiriman obat, sensor medis, operasi non-invasif, dan elektronik kuantum.
“Cara nanodiamond saat ini dibuat adalah dengan mengambil seikat karbon atau berlian dan meledakkannya dengan bahan peledak,” ujar ilmuwan SLAC dan rekan penulis studi Benjamin Ofori-Okai.
“Produksi laser dapat menawarkan metode yang lebih bersih dan lebih mudah dikontrol untuk menghasilkan berlian nano,” imbuhnya.
Sejauh ini penelitian hujan berlian masih bersifat hipotetis karena sedikit yang diketahui tentang Uranus dan Neptunus, yang merupakan planet terjauh di Tata Surya kita.
Hanya ada satu jenis pesawat ruang angkasa, yaitu Voyager 2 NASA pada 1980-an, yang pernah terbang melewati dua raksasa es, dan data yang dikirim kembali masih digunakan dalam penelitian sampai sekarang.
Tetapi, NASA telah menguraikan misi baru yang potensial ke planet-planet. Kemungkinan akan diluncurkan pada dekade berikutnya.
“Itu akan luar biasa,” ucap Kraus. Dia mengatakan sangat menantikan lebih banyak data, bahkan jika itu membutuhkan satu atau dua dekade lagi.