Partai Gerindra dinilai punya pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap strategi politik mereka untuk mengerek elektabilitas atau keterpilihan sang Ketua Umun, Prabowo Subianto, sebagai bakal calon dalam pemilihan presiden yang akan datang.
Menurut peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, terdapat perbedaan yang cukup tajam antara tingkat elektabilitas dan popularitas Prabowo yang diperoleh melalui hasil survei.
Bawono mengatakan, jika merujuk pada hasil survei Indikator Politik Indonesia, tingkat popularitas Prabowo Subianto telah mencapai di atas 96 persen. Hal tersebut menandakan bahwa hampir seluruh pemilih di Indonesia sudah mengenal beliau
“Hal ini dapat menjadi acuan bagi kerja-kerja politik dari Partai Gerindra untuk bagaimana membuat Prabowo lebih disukai lagi oleh para pemilih,” ucap Bawono dalam keterangan pers, Selasa (26/4/2022).
Bawono menyampaikan, tingkat keterpilihan juga turut menentukan baik-buruknya seorang figur politik di mata masyarakat. Maka dari itu menurut dia, meski popularitas Prabowo saat ini sangat tinggi bukan berarti menjadi pertanda semua masyarakat akan mau memilihnya saat maju sebagai calon presiden.
“Karena kan orang tidak mungkin akan memilih seorang bakal calon kalau dia tidak suka terhadap bakal calon itu, meskipun mengenal bakal calon itu,” ujar Bawono.
Bawono memaparkan dalam simulasi Indikator Politik Indonesia, ada tiga nama yang masih menempati posisi tiga teratas perihal elektabilitas. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dari temuan survei pada Desember 2021 kemarin.
Menurut bawono, dari hasil simulasi nampak Prabowo Subianto menempati posisi elektabilitas tertinggi dengan angka 32.7 persen. Posisi di bawah Prabowo diduduki oleh Ganjar Pranowo dengan elektabilitas diangka 30.8 persen dan yang ketiga ada nama Anies Baswedan dengan elektabilitas 24.9 persen.
Bawono memaparkan prediksi yang jadi penyebab elektabilitas Prabowo yang jadi menurun. Menurut dia, kemungkinan besar karena adanya kekecewaan dari sebagian besar pemilih Prabowo Subianto di dalam pilpres 2019 lalu karena jagoan mereka justru memutuskan untuk berkoalisi bersama pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Konsekuensi dari hal itu juga adalah kelompok publik merasa tidak puas terhadap pemerintahan saat ini pun tidak akan lagi menjadikan Prabowo Subianto sebagai preferensi pilihan politik mereka,” tutup Bawono.