Aturan tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) beberapa waktu yang lalu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Penggugatnya adalah Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi 2024-2029. Mereka menyoal Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang berbunyi:
“Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: (n) belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.
Menurut Sekber, ketentuan tersebut sifatnya masih multitafsir. Frasa “selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” mereka anggap tidak tegas dan dapat menimbulkan keragu-raguan serta ketidakpastian hukum.
Dengan adanya ketentuan tersebut, pihak pemohon masih bertanya-tanya apakah presiden yang sudah menjabat dua periode seperti halnya Jokowi apa boleh jika ingin mencalonkan diri lagi sebagai wakil presiden atau tidak.
“Permohonan membutuhkan kepastian apakah presiden yang telah menjabat dua periode dapat maju lagi tetapi sebagai wakil presiden,” demikian isi permohonan yang dikutip dari berkas permohonan yang diunggah melalui laman resmi MK RI.
Menurut pemohon, Pasal 169 huruf n UU Pemilu memberikan keraguan terhadap Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan”.
Ketentuan itu juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 soal kepastian hukum yang adil, serta Pasal 28D Ayat (3) konstitusi tentang hak warga negara dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Oleh karena itu, melalui gugatan ini, Sekber meminta kepada MK:
1. Menyatakan frasa “presiden dan wakil presiden” dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “pasangan presiden dan wakil presiden yang sama dalam satu masa jabatan yang sama”.
2. Menyatakan frasa “selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama pada jabatan yang sama” Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “berturut-turut”.
Alasan
Selanjutnya, Ketua Koordinator Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi 2024-2029, Ghea Giasty Italiane, memberi penjelasan bahwa permohonan uji materi yang dilayangkan pihaknya menyoal dua perkara yang sangat penting.
Pertama, frasa “atau” dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu dianggap memisahkan antara posisi presiden dengan wakil presiden.
Ini berbanding terbalik dengan Pasal 7 UUD 1945 yang memakai frasa “dan”, sehingga dapat dimaknai bahwa posisi presiden dan wakil presiden adalah satu paket.
“Hal ini membuktikan bahwa Pasal 169 huruf n ini bertentangan dengan konstitusi kita,” kata Ghea, Selasa (27/9/2022).
Pokok kedua, kata Ghea, Pasal 169 huruf n seolah-olah menyatakan bahwa sebelum maupun sesudah 5 tahun, bisa saja seseorang mendaftar sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.
Sedangkan, pada Pasal 7 UUD 1945 mengharuskan bagi seorang presiden atau wakil presiden menyelesaikan jabatannya selama 5 tahun, berulah boleh mendaftar kembali sebagai capres atau cawapres.
Ghea memiliki harapan besar, melalui uji materi ini MK dapat memberikan kepastian soal syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
“(Supaya) ada kepastian hukumnya, jadi agar tidak terus menerus timbul kontroversi,” beber Ghea.
Dukungan Jokowi cawapres
Ghe pun tidak menampik bahwa pihaknya ingin mendorong pencalonan Presiden Joko Widodo sebagai cawapres dari Prabowo Subianto pada Pemilu 2024 yang akan datang. Usulan ini diklaim oleh Ghe sebagai upaya untuk menghilangkan polarisasi yang telah berlangsung sejak Pemilu 2014.
“Sudah saatnya masyarakat bersatu tidak terpecah belah lagi,” sambung Ghea.
Selain itu, Ghea menyebut, bahwa elektabilitas Jokowi masih sangat baik. Program kerja mantan Wali Kota Solo tersebut juga disebutnya berjalan dengan lancar.
Indikator tersebut terlihat di berbagai bidang, mulai dari peningkatan dan memerataan pembangunan infrastruktur, penanganan pandemi Covid-19, hingga program bantuan langsung tunai (BLT).
“Oleh karena itu kami merasa bahwa hanya Pak Jokowi yang nantinya cocok untuk dipasangkan dengan Pak Prabowo dalam Pilpres 2024,” pungkas Ghe.