Ketika kita makan baik di luar maupun di rumah, salah satu jenis minuman yang sering menjadi pendamping saat kita makan adalah teh. Namun, sayangnya mengonsumsi teh sembari makan sebenarnya tidak disarankan.
Ketua Umum Perhimpunan Hematologi & Transfusi Darah Indonesia Dr. dr. TB. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM tidak menyarankan orang-orang yang meminum kafein bersamaan ketika makan besar karena dapat mengganggu tubuh dalam penyerapan zat besi dari makanan yang kita konsumsi.
“Oleh karena itu, pada pasien defisiensi besi kami sarankan tidak makan sambil minum teh atau kopi paupun susu,” ungkap Djumhana beberapa waktu lalu yang dilansir dari Antara.
Karena alasan tersebut, Djumhana merekomendasikan agar orang-orang sebaiknya menunggu sekitar dua jam setelah makan untuk bisa mengonsumsi minuman yang mengandung kafein agar penyerapan zat besi dari makanan bisa maksimal dan tidak terganggu.
Menurut dia, cara ini juga sekaligus mencegah seseorang agar tidak terkena anemia, yaitu kekurangan zat besi yang ditandai dengan adanya rambut rontok, kelelahan, kekurangan energi, sesak napas, detak jantung yang tidak teratur, serta kulit jadi pucat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas), prevalensi anemia meningkat dari 21,7 persen (2013) menjadi 23,7 persen (2018) dari total populasi yang ada di Indonesia.
Data juga menunjukkan, pada tahun 2018, sebanyak tiga dari 10 orang remaja Indonesia menderita penyakit anemia dan 62,6 persen kasus anemia yang terjadi itu disebabkan oleh kekurangan zat besi.
Selain harus memperhatikan waktu konsumsi kafein, cara lain yang bisa orang lakukan untuk mencegah anemia yaitu dengan mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi baik yang berasal dari sumber hewani misalnya hati sapi maupun dari non-hewani seperti sayur-sayuran hijau seperti bayam, sawi dan brokoli.
Selain itu, Djumhana juga menyarankan khususnya bagi para remaja putri yang mengalami kekurangan zat besi bisa mendapatkan tablet tambah darah (TTD) atau suplemen zat besi lainnya.
“Preparat zat besi atau suntikan. Yang suntikan diberikan pada pasien yang secara oral tidak bisa mengonsumsi misalnya karena sedang hamil, mual, muntah. Jangan diberikan pada pasien thalassemia, inflamasi kronik, HIV, lupus sehingga saya sarankan untuk tanya dokter terlebih dahulu,” pungkas dia.