Pegiat media sosial Adam Deni mempertanyakan penanganan perkaranya oleh penyidik Bareskrim Polri terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia pun membandingkan penanganan kasusnya dengan penanganan kasus I Gede Aryastina alias Jerinx.
“Saya tidak dikasih kesempatan apa pun seperti kasus saya dengan Jerinx. Jerinx kan ada undangan klarifikasi, ada undangan BAP terus ada proses mediasi juga. Kenapa saya tidak diberikan itu?,”tutur Adam ditemui pasca persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Senin (21/3/2022).
Ia menceritakan dirinya sempat meminta pada penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan klarifikasi pada media. Akan tetapi, hal itu tidak dikabulkan dengan alasan menjaga nama baik.
“Tapi (ditolak) oleh penyidiknya dengan alasan menjaga nama baik Adam Deni dengan Ahmad Sahroni. Menjaganya di bagian mana?,” tanyanya.
Terkait perkara yang menimpanya, Adam Deni mengaku telah meminta maaf karena tidak melakukan sensor nama Ahmad Sahroni pada dokumen pembeliaan sepeda yang diunggahnya. Namun, ia menegaskan bahwa ia tidak meminta maaf karena telah mengunggah dokumen tersebut.
“Tapi saya tidak mengaku salah dengan apa yang saya lakukan karena saya rakyat mempunyai tupoksi untuk mengawal wakil rakyat yang ada dugaan penyalahgunaan jabatan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Adam Deni menilai terdapat beberapa kejanggalan pada penanganan perkaranya.
Pertama, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu.
Kedua, Adam menyebut penanganan perkaranya dari tahap pelaporan, penyelidikan hingga penyidik berlangsung dengan sangat cepat.
Sebab ia dilaporkan pada 27 Januari 2022, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap pada 1 Februari 2022.
Tiga, alasan yang digunakan penyidik melakukan penahanan karena takut dirinya menghilangkan barang bukti.
“Padahal semua alat bukti saya kan iPhone dua unit sudah diserahkan, lalu apa alasan saya ditahan?,” kata Adam Deni.
Diketahui Adam bersama terdakwa lain yaitu Ni Made Dwita Anggari didakwa menyebarkan dokumen pribadi milik Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni.
Dokumen itu terkait pembelian sepeda bernilai ratusan juta yang dimiliki Sahroni atas pembeliannya pada Dwita.
Keduanya lantas didakwa dengan Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman maksimal pada pasal tersebut adalah pidana penjara selama 10 tahun.